Makalah Bahasa dan Pikiran
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pikiran merupakan alat batin untuk berpikir. Pikiran merupakan proses
respon otak terhadap apa yang telah terjadi saat ini, saat sekarang maupun saat
yang akan datang. Pikiran atau ingatan memungkinkan manusia untuk berpikir
tentang segala hal dan dari hasil pikiran itu diwujudkan dalam bentuk ujaran
maupun tindakan untuk disampaikan kepada makhluk lain atau orang lain dan untuk
mewujudkan tersebut menggunakan medium bahasa sebagai wujud penyampaian atas
apa yang dalam pikirannya.
Bahasa adalah media atau perwujudan hasil pikiran yang digunakan manusia
untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun
gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan
kepada lawan bicaranya tau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat
menyesuaikan diri dengan adat-istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat,
dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Hal ini
menandakan bahwa dalam berbahasa diperlukan suatu tindakan berpikir dan dari
hasil pemikiran tersebut diwujudkan dalam bentuk bahasa.
Kita bisa melihat jelas seseorang yang pikirannya kacau mengakibatkan
bahasanya kacau juga. Kadang juga jika seseorang sedang memikirkan sesuatu yang
berat, yang bersangkutan tidak berselera untuk bicara. Ada juga yang
berpendapat bahwa bahasa merupakan cerminan dari pikiran, apa yang dibicarakan
adalah apa yang dipikirkan. Bahasa terbentuk dari pikiran, atau bentuk bahasa
(secara individual dan spontan) meniru atau mengikuti bentuk pikiran atau ide.
Akan tetapi jika kita mau lebih jeli melihat, sesungguhnya bahasa itu
hanyalah “wujud” dari ide atau pikiran saja. Sehingga analisa bahasa dengan
melepaskannya dari analisa ide adalah kesesatan. Artinya, tidak mungkin ada
bahasa tanpa ada ide, begitu pula sebaliknya.
Bukankah pula seseorang yang gugup tidak mampu bicara benar, yang artinya
ada juga hubungan antara emosi dengan bahasa. Inilah yang penting untuk
dibahas. Hubungan bahasa dengan sosial (Sosiolinguistik), hubungan bahasa
dengan emosi (Psikolinguistik).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah:
1. Apakah
hakikat bahasa?
2. Apakah
hakikat pikiran?
3. Bagaimanakah
hubungan bahasa dan pikiran?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini,
yaitu:
1.
Mendeskripsikan mengenai hakikat
bahasa;
2.
Mendeskripsikan mengenai hakikat
pikiran; dan
3.
Mendeskripsikan mengenai hubungan
antara bahasa dan pikiran manusia.
D. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari makalah ini yakni
dapat menjadi tambahan bacaan bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih jauh
hubungan bahasa dengan pikiran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Bahasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahasa berarti sistem lambang bunyi
yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Menurut Chaer (2009:31)
bahasa adalah alat interaksi atau alat komunikasi di dalam masyarakat.
Bahasa juga diartikan sebagai rangkain bunyi yang mempunyai makna
terrtentu. Rangkain bunyi yang kita kenal sebagai kata, melambangkan suatu
konsep. Kumpulan lambang bunyi, dalam pemikirannya, tidak terlepas dari yang
satu dengan yang lainnya. Kata-kata itu dipergunakan dalam suatu sistem yang
terpola. Walaupun bunyi-bunyi bahasa itu di gunakan sudah benar dan sesuai
dengan konvensi (kesepakatan pengguna bahasa), tetapi bila hubungan antar
kata-katanya itu tidak berpola, maka proses komunikasi tidak akan berjalan
dengan baik.
Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan
objek-objek faktual ditransformasikan ke dalam simbol-simbol abstrak. Dengan
adanya bahasa kita dapat memikirkan sesuatu meskipun objek yang kita pikirkan
itu tidak berada di dekat kita. Dengan simbol-simbol bahasa yang abstrak, kita
dapat memikirkan sesuatu secara terus-menerus dan kemudian mewariskan
pengalamannya itu kepada generasi-generasi berikutnya. Kita dapat pula
mengkomunikasikan sesuatu yang kita pikirkan dan dapat pula belajar sesuatu
dari orang lain.
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat
dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu, memahami bahasa akan
memungkinkan kita memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia.
Dari berbagai definisi di atas maka dapat diketahui beberapa karakteristik
bahasa seperti berikut ini:
a. Bahasa
adalah sistem. Terdiri dari sistem bunyi, sistem morfologi dan sistem
sintaksis.
b. Bahasa
adalah bunyi. Adapun proses terbentuknya bunyi bahasa secara garis besar
terbagi menjadi empat macam:
1) Proses
keluarnya bunyi dari paru-paru.
2)
Proses
fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan.
3) Proses
artikulasi, yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator.
4)
Proses
oro-nasal, yaitu proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung.
c. Bahasa itu
mengandung makna.
d. Bahasa itu
diperoleh.
e. Bahasa itu
berkembang atau berubah.
f. Bahasa
adalah fenomena sosial.
g. Bahasa itu
arbitrer.
h. Bahasa itu simbol
atau lambang.
i.
Bahasa itu serupa dan universal.
Keserupaan atau unversalitas bahasa tersebut memiliki dasar yang kuat,
diantaranya:
1)
Seorang anak mampu memperoleh bahasa
manusia yang beragam dengan cara yang mudah.
2)
Bahasa manusia itu serupa dan
universal karena seorang manusia yang memiliki perasaan yang berbeda dan hidup
dalam lingkungan yang berbeda akan mempunyai pemahaman yang sama ketika
dipadankan dengan kalimat yang mengandung makna sama.
3)
Semua manusia ketika mengucapkan
bahasa yang bermacam-macam tadi tetap menggunakan perangkat yang sama yaitu
alat ucap. Sehingga alat ucap tersebut mampu menghasilkan ucapan secara serupa.
B. Hakikat Pikiran
Pikiran berasal dari kata dasar pikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
pikir artinya akal budi ; ingatan; angan-angan; kata dalam hati; kira,
kemudian mendapat sufiks –an menjadi kata pikiran. Berpikir adalah
aktivitas mental manusia. Dalam proses berpikir kita merangkai-rangkaikan sebab
akibat, menganalisinya dari hal-hal yang khusus atau atau kita menganalisisnya
dari hal-hal yang khusus ke yang umum. Berpikir berarti merangkai
konsep-konsep. Pikiran adalah proses pengolahan stimulus yang berlangsung dalam
domain representasi utama.
Proses berpikir dilalui dengan tiga langkah yaitu:
1. Pembentukan
pikiran
Pada pembentukan inilah manusia menganalisis ciri-ciri
dari sejumlah objek.
2. Pembentukan
pendapat
Pada pembentukan pendapat ini seseorang meletakkan
hubungan antara dua buah pengertian atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk
bahasa yang disebut kalimat. Pembentukan pendapat dibedakan menjadi tiga
bagian, yaitu pendapat positif (pendapat yang mengiakan sesuatu), pendapat negatif
(pendapat yang tidak menyetujui sesuatu) dan pendapat modalitas (pendapat yang
memungkinkan sesuatu).
3. Penarikan
kesimpulan
Penarikan kesimpulan meliputi:
kesimpulan induktif, deduktif, dan analogis (perbandingan).
C. Hubungan Bahasa dengan Pikiran
Pikiran manusia pada hakikatnya selalu mencari dan berusaha untuk
memperoleh kebenaran. Karena itu pikiran merupakan suatu proses. Dalam proses
tersebut haruslah diperhatikan kebenaran untuk dapat berpikir logis. Kebenaran
ini hanya menyatakan serta mengandalkan adanya jalan, cara, teknik serta
hukum-hukum yang perlu diikuti. Semua itu dirumuskan dalam logika.
1. Teori Sapir-Whorf
Dari banyak tokoh yang memaparkan hubungan antara bahasa dan pikiran,
penulis melihat bahwa paparan Edward Sapir dan Benyamin Whorf yang banyak
dikutip oleh berbagai peneliti dalam meneliti hubungan bahasa dan pikiran.
Edward Sapir (1884-1939) dan Benjamin Lee Whorf (1897-1941) adalah linguis
Amerika yang mengatakan bahwa manusia hidup di dunia di bawah “belas kasih”
bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupan bermasyarakat
(Chaer, 2009:52).
Sapir dan Worf mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa yang memiliki kesamaan
untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama. Sapir dan Worf
menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran.
Hipotesis pertama adalah lingusitic
relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa
secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic
cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang
menggunakan bahasa tersebut.
Hipotesis kedua adalah linguistics
determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara
inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur
kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam
bahasa.
Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui habituasi dan
beroperasinya aspek formal bahasa, misalnya gramar dan leksikon. Whorf
mengatakan “grammatical and lexical
resources of individual languages heavily constrain the conceptual
representations available to their speakers”.
Gramar dan leksikon dalam sebuah bahasa menjadi penentu representasi
konseptual yang ada dalam pengguna bahasa tersebut. Selain habituasi dan aspek
formal bahasa, salah satu aspek yang dominan dalam konsep Whorf dan Sapir
adalah masalah bahasa mempengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan
menjadi premis dalam berpikir.
Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan
memahami ujaran. Dapat dikatakan bahwa psikolinguistik adalah studi
tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik
pada saat memproduksi atau memahami ujaran. Dengan kata lain, dalam penggunaan
bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode
menjadi pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep
menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode.
Bahasa sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses
baik berupa bahasa lisan maupun bahasa
tulis. Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai
bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang ada pada manusia
yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan
bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik
secara tertulis ataupun secara lisan.
Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi.
Psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan-kebutuhan
kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada
kita melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya
(Pateda, 1990:13). Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan
lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa yang dipelajari semenjak
anak-anak bukanlah bahasa yang netral dalam mengkoding realitas objektif.
Bahasa memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman
manusia. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia
berpikir dan berkata.
Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika
berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi bahasa, sedangkan
prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang
disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses
sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Manusia sebagai pengguna bahasa dapat dianggap sebagai organisme yang
beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif,
maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak
dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah
tadi.
2. Teori Wilhelm Von Humboldt
Wilhelm Von Humboldt, sarjana Jerman abad ke-19, menekankan adanya
ketergantungan pemikiran manusia pada bahasa. Maksudnya, pandangan hidup dan
budaya suatu masyarakat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Anggota-anggota
masyarakat itu tidak dapat menyimpang lagi dari garis-garis yang telah
ditentukan oleh bahasanya itu. Kalau salah seorang dari anggota ini ingin
mengubah pandangan hidupnya, maka dia harus mempelajari dulu satu bahasa lain.
Maka dengan demikian dia menganut cara berpikir (dan juga budaya) masyarakat
bahasa lain itu (Chaer, 2009:52).
Mengenai bahasa itu sendiri Von Humboldt berpendapat bahwa substansi bahasa
itu terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa bunyi-bunyi dan bagian
lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum terbentuk. Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform,
dan pikiran-pikiran dibentuk oleh ideenform atau innereform. Jadi, bahasa
menurut Von Humboldt merupakan sintese dari bunyi (lautform) dan pikiran
(ideenform).
3. Teori Jean Piaget
Teori ini mengungkapkan pendapat yang sebaliknya dengan teori Sapir-Whorf,
dikemukakan oleh Piaget sarjana Perancis, yaitu bahwa justru pikiranlah yang
membentuk bahasa, tanpa pikiran bahasa tidak akan ada (Chaer, 2009:54).
Jean Peaget juga mengemukakan teori perkembangan kognisi yang menyatakan
jika seorang mampu menggolong-golongkan sekumpulan benda-benda dengan berbagai
cara yang berlainan sebelum anak itu dapat menggolongkan benda-benda tersebut
dengan menggunakan kata-kata (bahasa) yang serupa dengan benda-benda tersebut,
maka perkembangan kognisi dapat diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat
berbahasa.
Menurut Piaget (dalam Chaer, 2009:54) ada dua hal penting mengenai hubungan
bahasa dengan kegiatan-kegiatan intelek (pikiran), yaitu: Sumber kegiatan
intelek tidak terdapat dalam bahasa, tetapi dalam periode sensorimotorik (2
tahun pertama perkembangan kognisi), yakni satu sistem skema, dikembangkan
secara penuh, dan membuat lebih dahulu gambaran-gambaran dari aspek-aspek
struktur golongan-golongan dan hubungan-hubungan benda-benda (sebelum
mendahului gambaran-gambaran lain) dan bentuk-bentuk dasar penyimpanan dan
operasi pemakaian kembali.
4. Teori L.S Vygotsky
Teori ini di lontarkan oleh L.S Vygotsky, mengatakan bahwa terdapat satu
tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan adanya satu tahap
perkembangan pikiran sebalum adanya bahasa. Lalu, dua garis perkembangan ini
saling bertemu maka pikiran berbahasa dan bahasa berpikir terjadi secara
serentak. Maksudnya, pikiran dan bahasa pada mulanya berkembang secara
terpisah, tidak saling mempengaruhi satu sama lain, dengan kata lain, mula-mula
pikiran berkembang tanpa bahasa, begitu pula sebaliknya, bahasa pada mulanya
berkembang tanpa pikiran, kemudian pada tahap selanjutnya, keduanya bertemu,
bekerjasama, dan saling mempengaruhi (Chaer, 2009: 55). Begitulah, seseorang
berpikir dengan menggunakan bahasa dan berbahasa dengan menggunakan pikiran.
5. Teori Noam Chomsky
Mengenai hubungan bahasa dan pemikiran Noam Chomsky mengajukan teori klasik
yang disebut hipotesis nurani. Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur
bahasa dalam adalah nurani. Artinya, rumus-rumus itu dibawa sejak lahir. Pada
waktu seorang kanak-kanak mulai mempelajari bahasa ibu, dia telah dilengkapi
sejak lahir dengan satu peralatan konsep dengan struktur bahasa dalam yang
bersifat universal (Chaer, 2009:57)..
Peralatan konsep ini tidak ada hubungannya dengan belajar atau
pembelajaran, misalnya dengan aksi atau perilaku seperti yang dikatakan Piaget,
dan tidak ada hubungannya dengan apa yang disebut kecerdasan. Jadi, bahasa dan
pemikiran adalah dua buah system yang berasingan dan mempunyai otonomi
masing-masing. Seorang anak yang dungu pun akan lancar berbahasa hampir pada
jangka waktu yang sama dengan seorang kanak-kanak yang normal.
Hipotesis nurani berpendapat bahwa struktur-struktur dalam bahasa adalah
sama. Struktur dalam setiap bahasa bersifat otonom, dan karena itu, tidak ada
hubungannya dengan sistem kognisi (pemikiran) pada umumnya termasuk kecerdasan.
6. Teori Eric Lenneberg
Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa dan pemikiran, Eric Lenneberg
mengajukan teori yang disebut teori kemampuan bahasa khusus. Teori ini secara
kebetulan ada kesamaannya dengan teori Chomsky dan juga dengan pandangan
Piaget.
Menurut Lenneberg banyak bukti yang menunjukkan bahwa manusia menerima
warisan biologi asli berupa kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
yang khusus untuk manusia, dan yang tidak ada hubungannya dengan kecerdasan dan
pemikiran (Chaer, 2009:58).. Kanak-kanak, menurut Lenneberg telah mempunyai
biologi untuk berbahasa pada waktu mereka masih berada pada tingkat kemampuan
berpikir yang rendah dan kemampuan bercakap dan memahami kalimat mempunyai
korelasi yang rendah dengan IQ manusia.
Penelitian yang dilakukan Lenneberg telah menunjukkan bahwa bahasa-bahasa
berkembang dengan cara yang sama pada kanak-kanak yang cacat mental dan
kanak-kanak yang normal. Umpamanya kanak-kanak yang mempunyai IQ 50 ketika dia
berusia 12 tahun dan lebih kurang 30 ketika berumur 20 tahun, juga mampu
menguasai bahasa dengan cukup baik, kecuali dengan sesekali terjadi kesalahan
ucapan dan kesalahan tatabahasa. Oleh karena itu, menurut Lenneberg adanya
cacat kecerdasan yang parah tidak berarti akan pula terjadi kerusakan bahasa.
Sebaliknya, adanya kerusakan bahasa tidak berarti akan menimbulkan kemampuan
kognitif yang rendah.
7. Teori Bruner
Berkenaan dengan masalah bahasa dan pemikiran, Bruner memperkenalkan teori
yang disebutnya teori instrumentalisme. Menurut teori ini bahasa adalah alat
pada manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikiran itu. Dengan kata
lain, bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir secara
sistematis (Chaer, 2009:59). Bruner berpendapat bahwa bahasa dan pemikiran
berkembang dari sumber yang sama. Oleh karena itu, keduanya mempunyai bentuk
yang sangat serupa. Lalu, karena sumber yang sama dan bentuk yang sangat serupa
maka keduanya bisa saling membantu. Selanjutnya, bahasa dan pikiran adalah alat
untuk berlakunya aksi.
Selanjutnya terdapat beberapa pengelompokan keterkaitan bahasa berdasarkan
uraian para ahli, yaitu:
1.
Bahasa
mempengaruhi pikiran
Pemahaman kata mempengaruhi pikirannya terhadap realitas. Pikiran manusia
dapat terkondinisikan oleh kata yang manusia gunakan. Tokoh yang mendukung
hubungan ini adalah Benjamin Lee Whorf ( 1897-1941) dan gurunya Edward Sapir
(1884-1939). Whorf menyatakan bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang sampai
kadang-kadang bisa membahayakan dirinya sendiri.
2.
Pikiran
mempengaruhi bahasa
Ada kemungkinan struktur bahasa dipengaruhi oleh pikiran. Sekitar 2.500
tahun yang lalu Aristoteles beragumen bahwa kategori pikiran menentukan
kategori bahasa. Banyak alasan yang memperkuat argumen tersebut, walaupun
Aristoteles sendiri tidak bisa memperlihatkan alasan-alasan tersebut. Adapun
alasan yang dapat dikemukakan antara lain, kemampuan manusia berpikir muncul
lebih awal ditinjau dari aspek evolusi dan berlangsung belakangan dari aspek
perkembangannya dibandingkan kemampuan menggunakan bahasa.
Tokoh psikologi kognitif yang tak asing bagi manusia, yaitu Jean Piaget
menyatakan bahwa ada keterkaitan antara pikiran dan bahasa. Bahasa adalah
representasi dari pikiran. Melalui observasi yang dilakuakan oleh Piaget
terhadap perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang
digunakannya. Semakin tinggi aspek tersebut maka semakin tinggi bahasa yang
digunakannya. Sebelum anak-anak menggunakan bahasanya secara efektif, anak-anak
memperlihatkan kemampuan kognitif yang cukup berarti dan beragam.
3.
Bahasa dan
pikiran saling mempengaruhi
Hubungan timbal balik antara bahasa dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin
Vygotsky, seorang ahli semantik kebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai
pembaharu teori. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada tahap
permulaan berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Jadi,
mula-mula pikiran berkembang tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang
tanpa pikiran. Lalu pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan saling bekerja
sama, serta saling mempengaruhi.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Bahasa artinya sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh
anggota masyarakat untuk bekerja sama, beriteraksi dan mengidentifikasi diri.
Bahasa juga diartikan sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu.
Sedangkan pikiran berasal dari kata dasar pikir. Pikir artinya akal budi,
ingatan, angan-angan, kata dalam hati, kemudian mendapat tambahan -an menjadi
kata pikiran.
Terdapat beberapa pengelompokan keterkaitan bahasa berdasarkan uraian para
ahli, yaitu:
a.
Bahasa
mempengaruhi pikiran
b. Pikiran
mempengaruhi bahasa
c.
Bahasa dan
pikiran saling mempengaruhi.
B. Saran
Sebagai individu yang merupakan makhluk sosial kita harus bisa menggunakan
pikiran dalam berbahasa karena sesungguhnya ukuran seorang manusia dilihat dari
kemampuannya dalam berpikir. Berpikir tidak bisa dipisahkan dari aktivitas
berbahasa. Oleh karena itu, dalam menggunakan bahasa marilah kita berpikir
secara logis dan sistematis agar tercipta komunikasi yang tepat dan tidak salah
interpretasi.
Mari kita gunakan pemahaman mengenai konsep berpikir dan berbahasa dalam
kehidupan kita sehari-hari agar dapat menjadi manusia yang berpikir, berbahasa,
dan berbudaya.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ijin copas ya , mksh
ReplyDeleteSilakan.
ReplyDeleteTerima Kasih
ReplyDeleteIni sangat membantu,😉😉
Ijin copas
ReplyDeleteMksh
ReplyDeleteSama2
ReplyDeleteijin copas
ReplyDeleteizin copas kak, terima kasih
ReplyDeleteIzin jadiin referensi ya kak
ReplyDeleteIzin copas ya kak
ReplyDelete