Makalah Bahasa dan Pikiran

https://images.app.goo.gl/xyAHX5X4H4vrcJbB6
https://images.app.goo.gl/xyAHX5X4H4vrcJbB6

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pikiran merupakan alat batin untuk berpikir. Pikiran merupakan proses respon otak terhadap apa yang telah terjadi saat ini, saat sekarang maupun saat yang akan datang. Pikiran atau ingatan memungkinkan manusia untuk berpikir tentang segala hal dan dari hasil pikiran itu diwujudkan dalam bentuk ujaran maupun tindakan untuk disampaikan kepada makhluk lain atau orang lain dan untuk mewujudkan tersebut menggunakan medium bahasa sebagai wujud penyampaian atas apa yang dalam pikirannya.
Bahasa adalah media atau perwujudan hasil pikiran yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya tau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat-istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Hal ini menandakan bahwa dalam berbahasa diperlukan suatu tindakan berpikir dan dari hasil pemikiran tersebut diwujudkan dalam bentuk bahasa.
Kita bisa melihat jelas seseorang yang pikirannya kacau mengakibatkan bahasanya kacau juga. Kadang juga jika seseorang sedang memikirkan sesuatu yang berat, yang bersangkutan tidak berselera untuk bicara. Ada juga yang berpendapat bahwa bahasa merupakan cerminan dari pikiran, apa yang dibicarakan adalah apa yang dipikirkan. Bahasa terbentuk dari pikiran, atau bentuk bahasa (secara individual dan spontan) meniru atau mengikuti bentuk pikiran atau ide.
Akan tetapi jika kita mau lebih jeli melihat, sesungguhnya bahasa itu hanyalah “wujud” dari ide atau pikiran saja. Sehingga analisa bahasa dengan melepaskannya dari analisa ide adalah kesesatan. Artinya, tidak mungkin ada bahasa tanpa ada ide, begitu pula sebaliknya.
Bukankah pula seseorang yang gugup tidak mampu bicara benar, yang artinya ada juga hubungan antara emosi dengan bahasa. Inilah yang penting untuk dibahas. Hubungan bahasa dengan sosial (Sosiolinguistik), hubungan bahasa dengan emosi (Psikolinguistik).

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah:
1.      Apakah hakikat bahasa?
2.      Apakah hakikat pikiran?
3.      Bagaimanakah hubungan bahasa dan pikiran?

C.  Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini, yaitu:
1.    Mendeskripsikan mengenai hakikat bahasa;
2.    Mendeskripsikan mengenai hakikat pikiran; dan
3.    Mendeskripsikan mengenai hubungan antara bahasa dan pikiran manusia.

D.  Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari makalah ini yakni dapat menjadi tambahan bacaan bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih jauh hubungan bahasa dengan pikiran.







BAB II
PEMBAHASAN

A.  Hakikat Bahasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Menurut Chaer (2009:31) bahasa adalah alat interaksi atau alat komunikasi di dalam masyarakat.
Bahasa juga diartikan sebagai rangkain bunyi yang mempunyai makna terrtentu. Rangkain bunyi yang kita kenal sebagai kata, melambangkan suatu konsep. Kumpulan lambang bunyi, dalam pemikirannya, tidak terlepas dari yang satu dengan yang lainnya. Kata-kata itu dipergunakan dalam suatu sistem yang terpola. Walaupun bunyi-bunyi bahasa itu di gunakan sudah benar dan sesuai dengan konvensi (kesepakatan pengguna bahasa), tetapi bila hubungan antar kata-katanya itu tidak berpola, maka proses komunikasi tidak akan berjalan dengan baik.

Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan ke dalam simbol-simbol abstrak. Dengan adanya bahasa kita dapat memikirkan sesuatu meskipun objek yang kita pikirkan itu tidak berada di dekat kita. Dengan simbol-simbol bahasa yang abstrak, kita dapat memikirkan sesuatu secara terus-menerus dan kemudian mewariskan pengalamannya itu kepada generasi-generasi berikutnya. Kita dapat pula mengkomunikasikan sesuatu yang kita pikirkan dan dapat pula belajar sesuatu dari orang lain.
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu, memahami bahasa akan memungkinkan kita memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia.
Dari berbagai definisi di atas maka dapat diketahui beberapa karakteristik bahasa seperti berikut ini:
a.       Bahasa adalah sistem. Terdiri dari sistem bunyi, sistem morfologi dan sistem sintaksis.
b.      Bahasa adalah bunyi. Adapun proses terbentuknya bunyi bahasa secara garis besar terbagi menjadi empat macam:
1)     Proses keluarnya bunyi dari paru-paru.
2)     Proses fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan.
3)     Proses artikulasi, yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator.
4)     Proses oro-nasal, yaitu proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung.
c.       Bahasa itu mengandung makna.
d.      Bahasa itu diperoleh.
e.       Bahasa itu berkembang atau berubah.
f.       Bahasa adalah fenomena sosial.
g.      Bahasa itu arbitrer.
h.      Bahasa itu simbol atau lambang.
i.        Bahasa itu serupa dan universal. Keserupaan atau unversalitas bahasa tersebut memiliki dasar yang kuat, diantaranya:
1)   Seorang anak mampu memperoleh bahasa manusia yang beragam dengan cara yang mudah.
2)   Bahasa manusia itu serupa dan universal karena seorang manusia yang memiliki perasaan yang berbeda dan hidup dalam lingkungan yang berbeda akan mempunyai pemahaman yang sama ketika dipadankan dengan kalimat yang mengandung makna sama.
3)   Semua manusia ketika mengucapkan bahasa yang bermacam-macam tadi tetap menggunakan perangkat yang sama yaitu alat ucap. Sehingga alat ucap tersebut mampu menghasilkan ucapan secara serupa.

B.  Hakikat Pikiran
Pikiran berasal dari kata dasar pikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pikir  artinya akal budi ; ingatan; angan-angan; kata dalam hati; kira, kemudian mendapat sufiks –an menjadi kata pikiran. Berpikir adalah aktivitas mental manusia. Dalam proses berpikir kita merangkai-rangkaikan sebab akibat, menganalisinya dari hal-hal yang khusus atau atau kita menganalisisnya dari hal-hal yang khusus ke yang umum. Berpikir berarti merangkai konsep-konsep. Pikiran adalah proses pengolahan stimulus yang berlangsung dalam domain representasi utama.
Proses berpikir dilalui dengan tiga langkah yaitu:
1.      Pembentukan pikiran
Pada pembentukan inilah manusia menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek.
2.      Pembentukan pendapat
Pada pembentukan pendapat ini seseorang meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk bahasa yang disebut kalimat. Pembentukan pendapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu pendapat positif (pendapat yang mengiakan sesuatu), pendapat negatif (pendapat yang tidak menyetujui sesuatu) dan pendapat modalitas (pendapat yang memungkinkan sesuatu).
3.      Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan meliputi: kesimpulan induktif, deduktif, dan analogis (perbandingan).

C.  Hubungan Bahasa dengan Pikiran
Pikiran manusia pada hakikatnya selalu mencari dan berusaha untuk memperoleh kebenaran. Karena itu pikiran merupakan suatu proses. Dalam proses tersebut haruslah diperhatikan kebenaran untuk dapat berpikir logis. Kebenaran ini hanya menyatakan serta mengandalkan adanya jalan, cara, teknik serta hukum-hukum yang perlu diikuti. Semua itu dirumuskan dalam logika.
1.    Teori Sapir-Whorf
Dari banyak tokoh yang memaparkan hubungan antara bahasa dan pikiran, penulis melihat bahwa paparan Edward Sapir dan Benyamin Whorf yang banyak dikutip oleh berbagai peneliti dalam meneliti hubungan bahasa dan pikiran. Edward Sapir (1884-1939) dan Benjamin Lee Whorf (1897-1941) adalah linguis Amerika yang mengatakan bahwa manusia hidup di dunia di bawah “belas kasih” bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupan bermasyarakat (Chaer, 2009:52).
Sapir dan Worf mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa yang memiliki kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama. Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran.
Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.
Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.
Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui habituasi dan beroperasinya aspek formal bahasa, misalnya gramar dan leksikon. Whorf mengatakan “grammatical and lexical resources of individual languages heavily constrain the conceptual representations available to their speakers”.
Gramar dan leksikon dalam sebuah bahasa menjadi penentu representasi konseptual yang ada dalam pengguna bahasa tersebut. Selain habituasi dan aspek formal bahasa, salah satu aspek yang dominan dalam konsep Whorf dan Sapir adalah masalah bahasa mempengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan menjadi premis dalam berpikir.
Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran.  Dapat dikatakan bahwa psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran. Dengan kata lain, dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi  pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode.
Bahasa sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses baik berupa   bahasa  lisan  maupun  bahasa  tulis.  Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang  ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ataupun secara lisan.
Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan  antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya (Pateda, 1990:13). Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa yang dipelajari semenjak anak-anak bukanlah bahasa yang netral dalam mengkoding realitas objektif. Bahasa memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan berkata.
Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika  berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi  bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang  disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Manusia sebagai pengguna bahasa dapat dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi.
2.    Teori Wilhelm Von Humboldt
Wilhelm Von Humboldt, sarjana Jerman abad ke-19, menekankan adanya ketergantungan pemikiran manusia pada bahasa. Maksudnya, pandangan hidup dan budaya suatu masyarakat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Anggota-anggota masyarakat itu tidak dapat menyimpang lagi dari garis-garis yang telah ditentukan oleh bahasanya itu. Kalau salah seorang dari anggota ini ingin mengubah pandangan hidupnya, maka dia harus mempelajari dulu satu bahasa lain. Maka dengan demikian dia menganut cara berpikir (dan juga budaya) masyarakat bahasa lain itu (Chaer, 2009:52).
Mengenai bahasa itu sendiri Von Humboldt berpendapat bahwa substansi bahasa itu terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa bunyi-bunyi dan bagian lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum terbentuk. Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform, dan pikiran-pikiran dibentuk oleh ideenform atau innereform. Jadi, bahasa menurut Von Humboldt merupakan sintese dari bunyi (lautform) dan pikiran (ideenform).

3.    Teori Jean Piaget
Teori ini mengungkapkan pendapat yang sebaliknya dengan teori Sapir-Whorf, dikemukakan oleh Piaget sarjana Perancis, yaitu bahwa justru pikiranlah yang membentuk bahasa, tanpa pikiran bahasa tidak akan ada (Chaer, 2009:54).
Jean Peaget juga mengemukakan teori perkembangan kognisi yang menyatakan jika seorang mampu menggolong-golongkan sekumpulan benda-benda dengan berbagai cara yang berlainan sebelum anak itu dapat menggolongkan benda-benda tersebut dengan menggunakan kata-kata (bahasa) yang serupa dengan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi dapat diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Menurut Piaget (dalam Chaer, 2009:54) ada dua hal penting mengenai hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan intelek (pikiran), yaitu: Sumber kegiatan intelek tidak terdapat dalam bahasa, tetapi dalam periode sensorimotorik (2 tahun pertama perkembangan kognisi), yakni satu sistem skema, dikembangkan secara penuh, dan membuat lebih dahulu gambaran-gambaran dari aspek-aspek struktur golongan-golongan dan hubungan-hubungan benda-benda (sebelum mendahului gambaran-gambaran lain) dan bentuk-bentuk dasar penyimpanan dan operasi pemakaian kembali.

4.    Teori L.S Vygotsky
Teori ini di lontarkan oleh L.S Vygotsky, mengatakan bahwa terdapat satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan pikiran sebalum adanya bahasa. Lalu, dua garis perkembangan ini saling bertemu maka pikiran berbahasa dan bahasa berpikir terjadi secara serentak. Maksudnya, pikiran dan bahasa pada mulanya berkembang secara terpisah, tidak saling mempengaruhi satu sama lain, dengan kata lain, mula-mula pikiran berkembang tanpa bahasa, begitu pula sebaliknya, bahasa pada mulanya berkembang tanpa pikiran, kemudian pada tahap selanjutnya, keduanya bertemu, bekerjasama, dan saling mempengaruhi (Chaer, 2009: 55). Begitulah, seseorang berpikir dengan menggunakan bahasa dan berbahasa dengan menggunakan pikiran.

5.    Teori Noam Chomsky
Mengenai hubungan bahasa dan pemikiran Noam Chomsky mengajukan teori klasik yang disebut hipotesis nurani. Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur bahasa dalam adalah nurani. Artinya, rumus-rumus itu dibawa sejak lahir. Pada waktu seorang kanak-kanak mulai mempelajari bahasa ibu, dia telah dilengkapi sejak lahir dengan satu peralatan konsep dengan struktur bahasa dalam yang bersifat universal (Chaer, 2009:57)..
Peralatan konsep ini tidak ada hubungannya dengan belajar atau pembelajaran, misalnya dengan aksi atau perilaku seperti yang dikatakan Piaget, dan tidak ada hubungannya dengan apa yang disebut kecerdasan. Jadi, bahasa dan pemikiran adalah dua buah system yang berasingan dan mempunyai otonomi masing-masing. Seorang anak yang dungu pun akan lancar berbahasa hampir pada jangka waktu yang sama dengan seorang kanak-kanak yang normal.
Hipotesis nurani berpendapat bahwa struktur-struktur dalam bahasa adalah sama. Struktur dalam setiap bahasa bersifat otonom, dan karena itu, tidak ada hubungannya dengan sistem kognisi (pemikiran) pada umumnya termasuk kecerdasan.

6.    Teori Eric Lenneberg
Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa dan pemikiran, Eric Lenneberg mengajukan teori yang disebut teori kemampuan bahasa khusus. Teori ini secara kebetulan ada kesamaannya dengan teori Chomsky dan juga dengan pandangan Piaget.
Menurut Lenneberg banyak bukti yang menunjukkan bahwa manusia menerima warisan biologi asli berupa kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang khusus untuk manusia, dan yang tidak ada hubungannya dengan kecerdasan dan pemikiran (Chaer, 2009:58).. Kanak-kanak, menurut Lenneberg telah mempunyai biologi untuk berbahasa pada waktu mereka masih berada pada tingkat kemampuan berpikir yang rendah dan kemampuan bercakap dan memahami kalimat mempunyai korelasi yang rendah dengan IQ manusia.
Penelitian yang dilakukan Lenneberg telah menunjukkan bahwa bahasa-bahasa berkembang dengan cara yang sama pada kanak-kanak yang cacat mental dan kanak-kanak yang normal. Umpamanya kanak-kanak yang mempunyai IQ 50 ketika dia berusia 12 tahun dan lebih kurang 30 ketika berumur 20 tahun, juga mampu menguasai bahasa dengan cukup baik, kecuali dengan sesekali terjadi kesalahan ucapan dan kesalahan tatabahasa. Oleh karena itu, menurut Lenneberg adanya cacat kecerdasan yang parah tidak berarti akan pula terjadi kerusakan bahasa. Sebaliknya, adanya kerusakan bahasa tidak berarti akan menimbulkan kemampuan kognitif yang rendah.


7.    Teori Bruner
Berkenaan dengan masalah bahasa dan pemikiran, Bruner memperkenalkan teori yang disebutnya teori instrumentalisme. Menurut teori ini bahasa adalah alat pada manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikiran itu. Dengan kata lain, bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir secara sistematis (Chaer, 2009:59). Bruner berpendapat bahwa bahasa dan pemikiran berkembang dari sumber yang sama. Oleh karena itu, keduanya mempunyai bentuk yang sangat serupa. Lalu, karena sumber yang sama dan bentuk yang sangat serupa maka keduanya bisa saling membantu. Selanjutnya, bahasa dan pikiran adalah alat untuk berlakunya aksi.
Selanjutnya terdapat beberapa pengelompokan keterkaitan bahasa berdasarkan uraian para ahli, yaitu:
1.    Bahasa mempengaruhi pikiran
Pemahaman kata mempengaruhi pikirannya terhadap realitas. Pikiran manusia dapat terkondinisikan oleh kata yang manusia gunakan. Tokoh yang mendukung hubungan ini adalah Benjamin Lee Whorf ( 1897-1941) dan gurunya Edward Sapir (1884-1939). Whorf menyatakan bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang sampai kadang-kadang bisa membahayakan dirinya sendiri.

2.    Pikiran mempengaruhi bahasa
Ada kemungkinan struktur bahasa dipengaruhi oleh pikiran. Sekitar 2.500 tahun yang lalu Aristoteles beragumen bahwa kategori pikiran menentukan kategori bahasa. Banyak alasan yang memperkuat argumen tersebut, walaupun Aristoteles sendiri tidak bisa memperlihatkan alasan-alasan tersebut. Adapun alasan yang dapat dikemukakan antara lain, kemampuan manusia berpikir muncul lebih awal ditinjau dari aspek evolusi dan berlangsung belakangan dari aspek perkembangannya dibandingkan kemampuan menggunakan bahasa.
Tokoh psikologi kognitif yang tak asing bagi manusia, yaitu Jean Piaget menyatakan bahwa ada keterkaitan antara pikiran dan bahasa. Bahasa adalah representasi dari pikiran. Melalui observasi yang dilakuakan oleh Piaget terhadap perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya. Semakin tinggi aspek tersebut maka semakin tinggi bahasa yang digunakannya. Sebelum anak-anak menggunakan bahasanya secara efektif, anak-anak memperlihatkan kemampuan kognitif yang cukup berarti dan beragam.

3.    Bahasa dan pikiran saling mempengaruhi
Hubungan timbal balik antara bahasa dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vygotsky, seorang ahli semantik kebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada tahap permulaan berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Jadi, mula-mula pikiran berkembang tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran. Lalu pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan saling bekerja sama, serta saling mempengaruhi.













BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Bahasa artinya sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, beriteraksi dan mengidentifikasi diri. Bahasa juga diartikan sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu. Sedangkan pikiran berasal dari kata dasar pikir. Pikir artinya akal budi, ingatan, angan-angan, kata dalam hati, kemudian mendapat tambahan -an menjadi kata pikiran.
Terdapat beberapa pengelompokan keterkaitan bahasa berdasarkan uraian para ahli, yaitu:
a.       Bahasa mempengaruhi pikiran
b.      Pikiran mempengaruhi bahasa
c.       Bahasa dan pikiran saling mempengaruhi.
B.  Saran
Sebagai individu yang merupakan makhluk sosial kita harus bisa menggunakan pikiran dalam berbahasa karena sesungguhnya ukuran seorang manusia dilihat dari kemampuannya dalam berpikir. Berpikir tidak bisa dipisahkan dari aktivitas berbahasa. Oleh karena itu, dalam menggunakan bahasa marilah kita berpikir secara logis dan sistematis agar tercipta komunikasi yang tepat dan tidak salah interpretasi.
Mari kita gunakan pemahaman mengenai konsep berpikir dan berbahasa dalam kehidupan kita sehari-hari agar dapat menjadi manusia yang berpikir, berbahasa, dan berbudaya.





DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Resensi Novel Metamorfosis: Ketika Zona Aman Tak Lagi Nyaman

Analisis "Pendekatan Mimesis"