Kajian Fonologi
https://pixabay.com/ |
KAJIAN FONOLOGI
A. Batasan dan Kajian Fonologi
Istilah fonologi berasal
dari bahasa Yunani yaitu phone = ‘bunyi’, logos =
‘ilmu’. Secara harfiah, fonologi adalah ilmu bunyi.
Fonologi
merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi. Objek kajian fonologi
yang pertama bunyi bahasa (fon) yang disebut tata bunyi (fonetik) dan yang
kedua mengkaji fonem yang disebut tata fomen (fonemik).
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah cabang ilmu bahasa
(linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan
perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.
C.
Kajian
Fonetik
a.
Klasifikasi
Bunyi
1) Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara
a.
Vokal adalah bunyi bahasa yang arus
udaranya tidak mengalami rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada
artikulasi.
b.
Konsonan adalah bunyi bahasa yang
dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini
terjadi artikulasi.
c.
Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang
secara praktis termasuk konsonan, tetapi karena pada waktu diartikulasikan
belum membentuk konsonan murni.
2) Berdasarkan
jalan keluarnya arus udara.
a.
Bunyi nasal, yaitu bunyi yang
dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui rongga mulut dan
membuka jalan agar arus udara dapat keluar melalui rongga hidung.
b.
Bunyi oral, yaitu bunyi yang
dihasilkan dengan jalan mengangkat ujung anak tekak mendekati langit-langit
lunak untuk menutupi rongga hidung, sehingga arus udara keluar melalui mulut.
b. Pembentukan
Vokal, Konsonan
1)
Pembentukan Vokal
Vokal
dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak,
bentuk bibir, dan strikturnya. Berikut ini jenis-jenis vokal berdasarkan cara
pembentukannya, yakni:
a.
Berdasarkan bentuk bibir : vokal
bulat, vokal netral, dan vokal tak bulat;
b.
Berdasarkan tinggi rendahnya lidah :
vokal tinggi, vokal madya (sedang), dan vokal rendah;
c.
Berdasarkan bagian lidah yang
bergerak : vokal depan, vokal tengah, dan vokal belakang;
d.
Berdasarkan strikturnya : vokal
tertutup, vokal semi-tertutup, vokal semi-terbuka, dan vokal terbuka.
2)
Pembentukan Konsonan
Pembentukan konsonan didasarkan pada
empat faktor, yakni daerah srtikulasi, cara artikulasi, keadaan pita suara, dan
jalan keluarnya udara. Berikut ini klasifikasi konsonan tersebut:
a.
Berdasarkan daerah artikulasi :
konsonan bilabial, labio dental, apikodental, apikoalveolar, palatal, velar,
glotal, dan laringal;
b.
Berdasarkan cara artikulasi :
konsonan hambat, frikatif, getar, lateral, nasal, dan semi-vokal;
c.
Berdasarkan keadaan pita suara :
konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara;
d.
Berdasarkan jalan keluarnya udara :
konsonan oral dan konsonan nasal.
D. Kajian Fonemik
Istilah
fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang bersifat
fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan makna. Fonem
juga dapat dibatasi sebagai unit bunyi yang bersifat distingtif atau unit
bunyi yang signifikan.
Dalam hal
ini perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang
berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut. Dengan demikian fonemisasi itu
bertujuan untuk (1) menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan (2) membuat
ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.
Untuk
mengenal dan menentukan bunyi-bunyi bahasa yang bersifat fungsional atau fonem,
biasanya dilakukan melalui “ kontras pasangan minimal”. Dalam hal ini pasangan
minimal ialah pasangan bentuk-bentuk bahasa yang terkecil dan bermakna dalam
sebuah bahasa (biasanya berupa kata tunggal) yang secara ideal sama, kecuali
satu bunyi berbeda. Sekurang-kurangnya ada empat premis untuk mengenali
sebuah fonem, yakni (1) bunyi bahasa dipengaruhi lingkungannya, (2) bunyi
bahasa itu simetris, (3) bunyi bahasa yang secara fonetis mirip, harus
digolongkan ke dalam kelas fonem yang berbeda, dan (4) bunyi bahasa yang
bersifat komplementer harus dimasukkan ke dalam kelas fonem yang sama.
a.
Realisasi
Fonem
Realisasi
fonem adalah pengungkapan yang sebenarnya dari ciri atau satuan fonologis,
yakni fonem menjadi bunyi bahasa. Realisasi fonem erat kaitannya dengan
variasi fonem. Variasi fonem merupakan salah satu wujud pengungkapan dari
realisasi fonem. Secara segmental fonem bahasa Indonesia dibedakan atas vokal
dan konsonan.
b.
Variasi
Fonem
Variasi
fonem adalah wujud pelbagai manifestasi bersyarat maupun tak bersyarat dari
fonem. Wujud variasi suatu fonem yang ditentukan oleh lingkungannya dalam
distribusi yang komplementer disebut varian alofonis atau alofon.
E. Gejala
Fonologi Bahasa Indonesia
a.
Penambahan Fonem
Penambahan
fonem pada suatu kata pada umumnya berupa penambahan bunyi vokal. Penambahan
ini dilakukan untuk kelancaran ucapan.
b. Penghilangan Fonem
Penghilangan
fonem adalah hilangnya bunyi atau fonem pada awal, tengah dan akhir sebuah kata
tanpa mengubah makna. Penghilangan ini biasanya berupa pemendekan kata.
c. Perubahan Fonem
Perubahan
fonem adalah berubahnya bunyi atau fonem pada sebuah kataagar kata menjadi
terdengar dengan jelas atau untuk tujuan tertentu.
d.
Kontraksi
Kontraksi
adalah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan.
Kadang-kadang ada perubahan atau penggantian fonem.
e. Analogi
Analogi
adalah pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu contoh yang sudah ada
(Keraf, 1987:133).
f. Fonem Suprasegmental
Fonem vokal
dan konsonan merupakan fonem segmental karena dapat diruas-ruas. Fonem tersebut
biasanya terwujud bersama-sama dengan ciri suprasegmentalseperti tekanan,
jangka dan nada. Disamping ketiga ciri itu, pada untaian terdengar pula ciri
suprasegmental lain, yakni intonasi dan ritme.
1)
Jangka, yaitu panjang pendeknya
bunyi yang di ucapkan. Tanda […]
2)
Tekanan, yaitu penonjolan suku kata
dengan memperpanjang pengucapan, meninggikan nada dan memperbesar intensitas
tenaga dalam pengucapan suku kata tersebut.
3)
Jeda atau sendi, yaitu cirri
berhentinya pengucapan bunyi.
4)
Intonasi, adalah cirri
suprasegmental yang berhubungan dengan naik turunnya nada dalam pelafalan
kalimat.
5)
Ritme, adalah ciri
suprasegmental yang berhubungan dengan pola pemberian tekanan pada kata dalam
kalimat.
Pada tataran
kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa Indonesia tidak membedakan makna.
Namun, pelafalan kata yang menyimpang dalam hal tekanan, dan nada kan terasa
janggal.
Comments
Post a Comment